Sabtu, 06 Juni 2020

1. Asal mula jiwa dalam individu

1.     Asal mula jiwa dalam individu

 

Yohannis Trisfant, MTh

 

Ada tiga teori yang dikemukakan mengenai asal usul jiwa dalam setiap individu, yaitu teori praeksistensi, teori penciptaan, teori tradusian

 

a. Teori praeksistensi. Jiwa manusia sudah ada sebelum dirinya lahir ke dalam dunia ini. Teori ini berakar pada filsafat non kristen, juga diajarkan dalam hinduisme. Teori ini mengajarkan bahwa dalam keberadaannya yang terdahulu, manusia adalah roh malaikat, dan kemudian dihukum karena dosa, lalu diutus untuk tinggal dalam tubuh manusia.[1] Tubuh manusia menjadi penjara bagi jiwa. Jadi manusia saat ini berdosa, karena keberadaan jiwanya yang sebelumnya telah jatuh ke dalam dosa. Keadaan manusia ketika lahir sudah bejat, karena memang praekssitensinya dahulu sudah bejat.

          Pandangan seperti ini tidak bisa diterima karena tidak ada seorangpun yang mengingat dan merasa bahwa dahulu mereka pernah ada dan pernah berdosa, dan sekarang sedang menjalani hukuman dalam penjara tubuh. Justru kebanyakan manusia takut dipisahkan dari tubuhnya.  Pandangan ini juga bertentangan dengan pengajaran Alkitab bahwa dosa dan kematian merupakan akibat dari dosa Adam (Roma 5:14-19). Kemudian, pandangan ini menghancurkan kebenaran tentang kesatuan umat manusia, sebab jiwa-jiwa sudah ada jauh sebelum mereka lahir.[2] Jiwa-jiwa tidak membentuk satu kesatuan umat manusia.

 

b. Teori penciptaan. Setiap jiwa manusia adalah ciptaan Allah secara individu dan langsung, sedangkan tubuhnya diturunkan dari orangtuanya. Ketika seseorang berada dalam kandungan, maka saat itulah Tuhan menciptakan jiwanya secara langsung bersama dengan tubuhnya. Jiwa itu diciptakan pada tahap awal perkembangan tubuh.[3] Jiwa diciptakan secara murni kemudian digabungkan dengan tubuh yang berdosa. Pandangan ini dipegang oleh Roma Katolik dan banyak aliran reformed. Argumen yang mendukung pandangan ini adalah

(1). Teori ini lebih konsisten dibandingkan dengan teori tradusianisme. Alkitab membedakan antara penciptaan tubuh dan penciptaan jiwa. Tubuh diambil dari tanah sedangkan jiwa berasal dari Allah. Bukan hanya substansinya yang berbeda tetapi juga asal mulanya berbeda (Bil 16:22;  Pkh 12:7;  Yes 57:16;  Zakh 12:1;  Ibr 12:9).

 

(2). Pandangan ini selaras dengan inkarnasi Kristus ke dalam dunia ini. Ketika Kristus inkarnasi, Dia tidaklah mewarisi jiwa Adam yang berdosa. Dia masuk ke dalam tubuh Maria dengan keadaan jiwa yang tidak berdosa. Jadi Kristus tidak mewarisi natur dosa dari ibunya, Maria. Keberatan terhadap pandangan teori penciptaan Karena Allah menciptakan jiwa yang tak berdosa kemudian menempatkannya dalam tubuh yang berdosa, maka Allah dianggap sebagai penyebab keberdosaan manusia. Allah secara tidak langsung menjadi penyebab berdosanya manusia.

          Allah memang menciptakan jiwa manusia yang tidak berdosa, kemudian ditempatkan ke dalam tubuh yang berdosa. Namun ini bukan berarti bahwa Allah sebagai penyebab dari keberdosaan manusia. Keberdosaan manusia disebabkan karena keturunan Adam. Ini juga bukan berarti tubuh mencemarkan jiwa sehingga berdosa. Jiwa ketika bersatu dengan tubuh, menerima akibat ketidaktaatan Adam. Teori ini memang tidaklah mengklaim mampu menjawab semua kesulitan. Ada hal-hal yang tidak bisa dijawab dengan memuaskan.

 

c. Teori tradusian. Teori ini beranggapan bahwa jiwa manusia berlipatganda bersamaan dengan tubuh pada saat kelahiran manusia, dengan demikian baik tubuh maupun jiwa diturunkan kepada anak-anak dari orangtuanya.[4] Tubuh dan jiwa tidak diciptakan lagi, melainkan sudah diciptakan di dalam Adam. Para teolog aliran Lutheran, menerima pandangan ini. Argumentasi dari teori tradusian,

 (1). Allah hanya sekali menghembuskan nafas hidup ke dalam hidung manusia dan kemudian membiarkan manusia berkembang biak, baik tubuh maupun jiwanya (Kej 1:28; 2:7).

 

(2) Penciptaan jiwa Hawa sudah tercakup ke dalam penciptaan jiwa Adam, sebab Alkitab tidak mengatakan Allah menciptakan jiwa Hawa. Jadi jiwa Hawa berasal dari jiwa laki-laki (1 Kor 11:8).

 

(3). Allah berhenti dari segala pekerjaanNya, setelah Dia menciptakan manusia (Kej 2:2).

 

 (4). Keturunan manusia dikatakan berada dalam daging ayahnya (Kej 46:26;  Ibr 7:9,10; Yoh 3:6; 1:13; Rom1:3; Kis 17:26).  

 

(5). Pandangan tradusian didukung oleh pertambahan tumbuh-tumbuhan dan hewan. Tumbuh-tumbuhan dan hewan bertambah banyak bukan oleh penciptaan terus menerus tetapi melalui penurunan alamiah dari induknya.

 

(6). Terdapat kesamaan jiwa dan fisik pada orang tua dan anaknya. Meskipun mereka tidak tinggal serumah, namun terdapat kesamaan fisik dan jiwa. Anak akan mengikuti sifat dari ayah atau ibunya.Dalam kejadian 5:3 dikatakan bahwa Adam memperanakkan seorang anak laki-laki menurut gambar dan rupanya. Kesamaan antara Adam dan putranya ini tidak mungkin hanyalah kesamaan tubuh saja, tetapi juga meliputi kesamaan jiwa.

 

(7).Keberdosaan manusia disebabkan karena jiwa diturunkan dari orang tua, dari Adam. Teori tradusian paling cocok untuk menjelaskan keikutertaan kita dalam dosa Adam. Dosa memasuki dunia lewat sebuah tindakan yang ditentukan oleh manusia sendiri dan dapat dibebankan kepada setiap orang. Sebagai individu, keturunan Adam dan Hawa tidak harus mengambil bagian dalam dosa Adam dan Hawa, namun sebagai manusia mereka harus mengambil bagian di dalam dosa itu. Seandainya kita mengatakan bahwa kita berdosa karena Adam adalah sebagai wakil kita telah jatuh ke dalam dosa, maka pasti akan timbul beberapa pertanyaan. Kita mungkin bertanyaa, atas dasar apakah Adsam dipilih sebagai wakil kita? Mengapa Allah tidak memilih seorang malaikat untuk menjadi wakil kita semua? Kita juga mungkin bertanya, bagaimana mungkin Allah menghukum orang karena melakukan dosa secara tidak langasung seperti itu (Rom 5:18)? Namun jika kita memegang teori tradusian, maka pertanyaan-pertanyaan seperti itu tidak perlu ada. Alasannya adalah, kalau Allah memilih Adam karena Adam dan Hawa adalah umat manusia maka dosa mereka dengan sendirinya merupakan dosa umat manusia. Dan karena jiwa sudah ada di dalam Adam, maka ketika lahir sudah berdosa sebagai manusia.   

 

(8). Daud mengatakan,”dalam dosa aku dikandung ibuku (Mzm 51:7). Jiwa sudah ada dalam orang tua sehingga kondisinya berada dalam dosa

         

Beberapa keberatan terhadap teori tradusian.

(1). Teori ini bertentangan dengan teori kesederhanaan jiwa. Jiwa adalah suatu substansi murni yang sama sekali tidak dapat dibagi. Teori ini mengandung pengertian terjadi pelipatgandaan jiwa, dimana jiwa anak dengan sendirinya memisahkan diri dari orang tuanya. Padahal jiwa itu tidak dapat dibagi. Selain itu, muncul sebuah pertanyaan, apakah jiwa anak diperoleh dari ayahnya atau ibunya? Atau apakh jiwa anak diperoleh sekaligus dari ayah dan ibunya? Dan kalau demikian maka jiwa itu merupakan gabungan dari dua jwia, yaitu jiwa ayah dan ibu

 

.(2) Timbul kesulitan Kristologi disini. Bagaimana dengan natur Kristus? Bukankah dia lahir di dalam keturunan Adam yang sudah berdosa dan semua keturunan Adam sebagai manusia sudah tercemar dalam dosa. Ini berarti Kristus juga pasti lahir dalam dosa. Jawaban dari penganut teori tradusian adalah sifat manusiawi Kristus telah dikuduskan dengan sempurna oleh pekerjaan Roh Kudus, sewaktu Ia dikandung oleh Maria, atau sifat manusiawi yang diterimaNya dari Maria telah disucikan sebelum Ia lahir (Lukas 1:35;  Yoh 14:30; Rom 8:3;  II Kor 5:21;  Ibr 4:15;  7:26;  1 Pet 1:19 dan 2:22). Sifat manusiawi Kristus telah dibebaskan dari penghukuman atas dosa dan pencemaran dosa.  

 

 

 

Yohannis Trisfant, MTh

 



[1] Paul Enns, 377

[2] Berkhof, 36

[3] Thiessen, 251

[4] Berkhof, 36.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar