1.
Asal mula jiwa dalam
individu
Ada tiga teori yang dikemukakan
mengenai asal usul jiwa dalam setiap individu, yaitu teori praeksistensi, teori
penciptaan, teori tradusian
a. Teori praeksistensi. Jiwa manusia sudah ada sebelum
dirinya lahir ke dalam dunia ini. Teori ini berakar pada filsafat non kristen,
juga diajarkan dalam hinduisme. Teori ini mengajarkan bahwa dalam keberadaannya
yang terdahulu, manusia adalah roh malaikat, dan kemudian dihukum karena dosa,
lalu diutus untuk tinggal dalam tubuh manusia.[1]
Tubuh manusia menjadi penjara bagi jiwa. Jadi manusia saat ini berdosa, karena
keberadaan jiwanya yang sebelumnya telah jatuh ke dalam dosa. Keadaan manusia
ketika lahir sudah bejat, karena memang praekssitensinya dahulu sudah bejat.
Pandangan
seperti ini tidak bisa diterima karena tidak ada seorangpun yang mengingat dan
merasa bahwa dahulu mereka pernah ada dan pernah berdosa, dan sekarang sedang
menjalani hukuman dalam penjara tubuh. Justru kebanyakan manusia takut
dipisahkan dari tubuhnya. Pandangan ini
juga bertentangan dengan pengajaran Alkitab bahwa dosa dan kematian merupakan
akibat dari dosa Adam (Roma 5:14-19). Kemudian, pandangan ini menghancurkan
kebenaran tentang kesatuan umat manusia, sebab jiwa-jiwa sudah ada jauh sebelum
mereka lahir.[2] Jiwa-jiwa tidak membentuk
satu kesatuan umat manusia.
b. Teori penciptaan. Setiap jiwa manusia adalah
ciptaan Allah secara individu dan langsung, sedangkan tubuhnya diturunkan dari
orangtuanya. Ketika seseorang berada dalam kandungan, maka saat itulah Tuhan
menciptakan jiwanya secara langsung bersama dengan tubuhnya. Jiwa itu
diciptakan pada tahap awal perkembangan tubuh.[3]
Jiwa diciptakan secara murni kemudian digabungkan dengan tubuh yang berdosa. Pandangan ini dipegang oleh Roma Katolik
dan banyak aliran reformed. Argumen yang mendukung pandangan ini adalah
(1). Teori ini lebih konsisten dibandingkan
dengan teori tradusianisme. Alkitab membedakan antara penciptaan tubuh dan
penciptaan jiwa. Tubuh diambil dari tanah sedangkan jiwa berasal dari Allah.
Bukan hanya substansinya yang berbeda tetapi juga asal mulanya berbeda (Bil
16:22; Pkh 12:7; Yes 57:16;
Zakh 12:1; Ibr 12:9).
(2). Pandangan ini selaras dengan
inkarnasi Kristus ke dalam dunia ini. Ketika Kristus inkarnasi, Dia tidaklah
mewarisi jiwa Adam yang berdosa. Dia masuk ke dalam tubuh Maria dengan keadaan
jiwa yang tidak berdosa. Jadi Kristus tidak mewarisi natur dosa dari ibunya,
Maria. Keberatan terhadap pandangan teori penciptaan Karena Allah menciptakan
jiwa yang tak berdosa kemudian menempatkannya dalam tubuh yang berdosa, maka
Allah dianggap sebagai penyebab keberdosaan manusia. Allah secara tidak
langsung menjadi penyebab berdosanya manusia.
Allah
memang menciptakan jiwa manusia yang tidak berdosa, kemudian ditempatkan ke
dalam tubuh yang berdosa. Namun ini bukan berarti bahwa Allah sebagai penyebab
dari keberdosaan manusia. Keberdosaan manusia disebabkan karena keturunan Adam.
Ini juga bukan berarti tubuh mencemarkan jiwa sehingga berdosa. Jiwa ketika
bersatu dengan tubuh, menerima akibat ketidaktaatan Adam. Teori ini memang
tidaklah mengklaim mampu menjawab semua kesulitan. Ada hal-hal yang tidak bisa
dijawab dengan memuaskan.
c. Teori tradusian. Teori ini beranggapan bahwa
jiwa manusia berlipatganda bersamaan dengan tubuh pada saat kelahiran manusia,
dengan demikian baik tubuh maupun jiwa diturunkan kepada anak-anak dari
orangtuanya.[4] Tubuh dan jiwa tidak
diciptakan lagi, melainkan sudah diciptakan di dalam Adam. Para teolog aliran
Lutheran, menerima pandangan ini. Argumentasi dari teori tradusian,
(1). Allah hanya sekali menghembuskan nafas
hidup ke dalam hidung manusia dan kemudian membiarkan manusia berkembang biak,
baik tubuh maupun jiwanya (Kej 1:28; 2:7).
(2) Penciptaan jiwa Hawa sudah
tercakup ke dalam penciptaan jiwa Adam, sebab Alkitab tidak mengatakan Allah
menciptakan jiwa Hawa. Jadi jiwa Hawa berasal dari jiwa laki-laki (1 Kor 11:8).
(3). Allah berhenti dari segala
pekerjaanNya, setelah Dia menciptakan manusia (Kej 2:2).
(4). Keturunan manusia dikatakan berada dalam
daging ayahnya (Kej 46:26; Ibr 7:9,10;
Yoh 3:6; 1:13; Rom1:3; Kis 17:26).
(5). Pandangan tradusian didukung oleh
pertambahan tumbuh-tumbuhan dan hewan. Tumbuh-tumbuhan dan hewan bertambah
banyak bukan oleh penciptaan terus menerus tetapi melalui penurunan alamiah
dari induknya.
(6). Terdapat kesamaan jiwa dan
fisik pada orang tua dan anaknya. Meskipun mereka tidak tinggal serumah, namun
terdapat kesamaan fisik dan jiwa. Anak akan mengikuti sifat dari ayah atau
ibunya.Dalam kejadian 5:3 dikatakan bahwa Adam memperanakkan seorang anak
laki-laki menurut gambar dan rupanya. Kesamaan antara Adam dan putranya ini
tidak mungkin hanyalah kesamaan tubuh saja, tetapi juga meliputi kesamaan jiwa.
(7).Keberdosaan manusia
disebabkan karena jiwa diturunkan dari orang tua, dari Adam. Teori tradusian
paling cocok untuk menjelaskan keikutertaan kita dalam dosa Adam. Dosa memasuki
dunia lewat sebuah tindakan yang ditentukan oleh manusia sendiri dan dapat
dibebankan kepada setiap orang. Sebagai individu, keturunan Adam dan Hawa tidak
harus mengambil bagian dalam dosa Adam dan Hawa, namun sebagai manusia mereka
harus mengambil bagian di dalam dosa itu. Seandainya kita mengatakan bahwa kita
berdosa karena Adam adalah sebagai wakil kita telah jatuh ke dalam dosa, maka
pasti akan timbul beberapa pertanyaan. Kita mungkin bertanyaa, atas dasar
apakah Adsam dipilih sebagai wakil kita? Mengapa Allah tidak memilih seorang
malaikat untuk menjadi wakil kita semua? Kita juga mungkin bertanya, bagaimana
mungkin Allah menghukum orang karena melakukan dosa secara tidak langasung
seperti itu (Rom 5:18)? Namun jika kita memegang teori tradusian, maka
pertanyaan-pertanyaan seperti itu tidak perlu ada. Alasannya adalah, kalau
Allah memilih Adam karena Adam dan Hawa adalah umat manusia maka dosa mereka
dengan sendirinya merupakan dosa umat manusia. Dan karena jiwa sudah ada di
dalam Adam, maka ketika lahir sudah berdosa sebagai manusia.
(8). Daud mengatakan,”dalam dosa
aku dikandung ibuku (Mzm 51:7). Jiwa sudah ada dalam orang tua sehingga
kondisinya berada dalam dosa
Beberapa keberatan terhadap teori
tradusian.
(1). Teori ini bertentangan
dengan teori kesederhanaan jiwa. Jiwa adalah suatu substansi murni yang sama
sekali tidak dapat dibagi. Teori ini mengandung pengertian terjadi
pelipatgandaan jiwa, dimana jiwa anak dengan sendirinya memisahkan diri dari
orang tuanya. Padahal jiwa itu tidak dapat dibagi. Selain itu, muncul sebuah
pertanyaan, apakah jiwa anak diperoleh dari ayahnya atau ibunya? Atau apakh
jiwa anak diperoleh sekaligus dari ayah dan ibunya? Dan kalau demikian maka
jiwa itu merupakan gabungan dari dua jwia, yaitu jiwa ayah dan ibu
.(2) Timbul kesulitan Kristologi
disini. Bagaimana dengan natur Kristus? Bukankah dia lahir di dalam keturunan
Adam yang sudah berdosa dan semua keturunan Adam sebagai manusia sudah tercemar
dalam dosa. Ini berarti Kristus juga pasti lahir dalam dosa. Jawaban dari
penganut teori tradusian adalah sifat manusiawi Kristus telah dikuduskan dengan
sempurna oleh pekerjaan Roh Kudus, sewaktu Ia dikandung oleh Maria, atau sifat
manusiawi yang diterimaNya dari Maria telah disucikan sebelum Ia lahir (Lukas
1:35; Yoh 14:30; Rom 8:3; II Kor 5:21;
Ibr 4:15; 7:26; 1 Pet 1:19 dan 2:22). Sifat manusiawi Kristus
telah dibebaskan dari penghukuman atas dosa dan pencemaran dosa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar