Sabtu, 06 Juni 2020

MANUSIA SEBAGAI GAMBAR DAN RUPA ALLAH

BAB III

MANUSIA SEBAGAI GAMBAR DAN RUPA ALLAH

 

 

Yohannis Trisfant, MTh

 

 

 A. Ajaran Alkitab mengenai arti dari gambar dan rupa Allah

1.     kata gambar dan rupa dipakai adalah kata yang sinonim dan dipakai bergantian. Di dalam Kejadian 1:26, kata gambar dan rupa dipakai bersama-sama.  Kejadian 1:27 , hanya memakai kata gambar saja. Kejadian 5:1 memakai kata ”rupa”. Kejadian 5:3 memakai kata gambar dan rupa. Kejadian 9:6 hanya memakai kata gambar.1 Kor 11:7 hanya memakai kata gambar. Demikian juga dengan Kolose 3: 10 memakai istilah gambar. Sedangkan kata rupa ditulis oleh Yak 3:9. Jelas bahwa kedua kata itu dipakai secara bergantian dalam Alkitab. Kedua kata itu menunjuk kepada pengertian yang sama. Kata rupa hanyalah tambahan untuk menunjukkan bahwa gambar itu sedemikian serupanya dengan Allah. Arti dari segambar dan serupa Allah adalah bahwa manusia itu sungguh-sungguh merupakan gambar Allah.

 

2.     Arti gambar dan rupa Allah adalah Manusia memiliki pengetahuan yang benar, kebenaran dan kesucian. Perjanjian Baru menunjukkan bahwa keadaan yang sudah jatuh ke dalam dosa akan diperbaharui terus sehingga kembali seperti semula, yakni memiliki pengetahuan yang benar, kebenaran dan kesucian (Kol 3:10; Ef 4:24).

 

3.     Gambar dan rupa juga mencakup, elemen-elemen seperti adanya intelektual, dan moral. Setelah kejatuhan, nature intelektual dan moral itu tidaklah hilang. Setelah kejatuhan dalam dosa, manusia masih tetap disebut gambar dan rupa Allah (Kej 9:6; 1 Kor 11:7;  Yak 3:9). Jadi manusia tidaklah sepenuhnya kehilangan gambar dan rupa Allah. Intelektual dan moral masih tersisa pada diri manusia

 

4.     Elemen lain dari gambar dan rupa Allah adalah manusia memiliki roh. Allah adalah Roh, sehingga manusia juga memiliki roh. (Kej 2:7)

 

5.     elemen yang lain dari gambar dan rupa Allah adalah kekekalan. 1 Tim 6:16 mengatakan bahwa hanya Allah yang kekal. Manusia sebagai gambar dan rupa Allah juga memiliki kekekalan ini. Dalam keadaannya yang semula, sebenarya manusia tidaklah membawa benih-benih kematian. Kematian terjadi hanya karena merupakan hukuman dosa (Kej 2:17). Paulus mengatakan bahwa dosa membawa kematian ke dalam dunia (Rom 5:12;  1 Kor 15:20-21) dan kematian adalah upah dosa (Rom 6:23).

 

6.     Segambar dan serupa Allah berarti manusia memiliki kuasa atas mahluk yang lebih rendah (Kej 1:26)

 

 

Pada saat kejatuhan, gambar Allah  pada diri manusia telah rusak namun tidaklah hilang (Kej 9:6).  Memag setelah kejatuahan dalam dosa , manusia tidak lagi sepenuhnya serupa Allah, seperti sebelum jatuh dalam dosa. Kemurnian moralnya telah hilang dan karakternya yang berdosa sudah tidak mencerminkan lagi kekudusan Allah.

Kita tidak pernah lagi melihat bagaimana itu kondisi serupa dan segambar sebelum kejatuhan dalam dosa, sampai Kristus turun ke dalam dunia. Melalui Kristuslah kita bisa melihat kembali dan mempelajari bagaimana itu serupa dan segambar Allah.

Gambar dan rupa Allah secara progresif diperbaiki kembali dalam diri orang-orang yang telah ditebus oleh Kristus. Lihat Kol 3:10;  2 Kor 3:18;  Rom 8:29.   Pemulihan secara lengkap gambar dan rupa Allah dalam diri umat tebusan terjadi ketika Kristus datang kembali untuk yang kedua kalinya. 1 Kor 15:49;    1 Yo 3:2

 

 

A.   Gambar Allah adalah sebutan yang hina

Kata gambar dan rupa menyatakan bahwa status manusia adalah status yang hina.Pada zaman perjanjian Lama, istilah ini menunjuk kepada patung yang merupakan representasi dari manusia atau hewan. Misalnya, patung Nebukadnesar, patung singa, dll. Ketika Alkitab mengatakan bahwa kita adalah gambar Allah itu berarti menyatakan akan kehinaan nya kita. Walaupun kita adalah gambar dan rupa Allah, namun kita tetap hanya sebagai gambar dan rupa. Kita bukanlah allah, kita juga bukan pencipta. Kita hanyalah ciptaan yang merefleksikan Pencipta kita. Kehinaan kita lebih nyata ketika Alkitab menuliskan bahwa kita di buat dari debu tanah. Pada zaman dahulu dan juga sekarang, patung-patung dibuat dari berbagai bahan, antara lain tanah liat, emas, perak, kayu, logam-logam berharga. Bagaimana pandangan kita ketika sebuah patung di buat dari emas? Atau dari kayu yang mahal? Pasti nilai patung itu kita nilai dengan harga tinggi. Namun ketika sebuah patung dibuat dari tanah liat, maka kita menilai rendah patung itu. Harganya pasti sangatlah murah. Ketika Allah menciptakan manusia, Allah tidaklah membuat Adam dan Hawa dari emas atau dari permata-permata yang mahal, tetapi dari bahan yang murah, yakni dari debu tanah. (Kej 2:7). Semua manusia sama berasal dari debu tanah. Walaupun dia seorang yang kaya, pejabat, terhormat di maysarakat, namun asalnya tetaplah dari debu tanah. Artinya, semua manusia itu, dari pengemis, gembel sampai presiden, dari orang yang paling miskin sampai paling kaya, dari orang yang tidak berpendidikan sampai yang bergelar doktor, semuanya sama hinanya, berasal dari debu tanah. Semua orang adalah rapuh dan hina bila dibandingkan dengan Allah. Sekarang ini kita mudah sekali menyadari akan kondisi kita yang berasal dari debu tanah. Hari ini kita ada, besok atau lusa sudah dikremasi, atau sudah ditanam di tanah. Hidup kita cepat menguap. Namun kita mesti ingat bahwa walaupun Adam dan Hawa pada waktu itu belum jatuh ke dalam dosa, mereka masih manusia sempurna, belum mengenal dosa dan kematian, tetapi mereka tetao hanyalah manusia yang berasal dari tanah liat.

Jikalau Adam dan Hawa saja hanyalah tanah liat, ciptaan yang hina, apalagi kita. Kita adalah ciptaan yang terbatas. Bagaimanakah penilaian saudara atas diri saudara selama ini? Perlakuan kita atas orang lain, itu menyatakan penilaian kita atas diri kita. Ketika kita memperlakukan orang lain lebih rendah, itu artinya kita memandang diri kita lebih tinggi dari orang lain. Tanpa sadar, kita banyak bertindak seolah-olah diri kita adalah allah. Kita bertindak semau kita. Padahal, kita adalah ciptaan yang hina. Kita sama hinanya dengan orang lain. Sama hinanya dengan pembantu pengemis, dengan si kusta, dll. Banyak percekcokan terjadi karena sikap arogansi. Ini merupakan masalah yang terus ada dalam rumah tangga.  Oleh karena itu pelru buat kita menyadari kehinaan kita

 

Seringkali kita merasa diri kita amatlah penting dan hebat. Di gereja kita menonjolkan diri. Kita menganggap bahwa gereja akan timpang tanpa kehadiran kita. Demikian juga di rumah. Kita menganggap bahwa tanpa diri kita kehidupan rumah tangga akan kacau. Anak-anak tidak ada yang urus atau beri nafkah. Tetapi mitos yang menganggap diri kita hebat bahkan seperti allah, ini akan lenyap ketika kita mati. Coba kita pikirkan, apakah dunia akan peduli jika kita mati? Pikirkanlah hal ini. Sejumlah kecil orang mungkin akan menghadiri pemakaman kita. Ada yang karena sungkan, ada juga yang karena memang mereka mengasihi kita. Mereka yang mengasihi anda akan merasa kehilangan. Tetapi itu berlangsung berapa lama? Ecc 2:16 ; 9:5 akan dilupakan. Gereja tetap berjalan bahkan setelah meninggalnya orang yang merasa dirinya hebat tadi. Rumah tangga tetap berjalan bahkan setelah meninggalnya ibu rumah tangga atau kepala keluarga yang merasa dirinya hebat tadi. Bahkan masyakarat juga berjalan seperti biasa, setelah kita mati.  Banyak orang kristen tidak takut dengan kematian, karena mereka sudah punya jaminana hidup kekal. Tetapi coba kita tanyakan apa yang membuat mereka takut mati? Kebanyakan menjawab, bahwa anak-anak mereka nanti tidak ada yang urus , tidak ada yang memberikan nafkah. Secara tidak sadar kita sudah mengangkat diri kita sebagai allah-allh kecil dan menganggap segala sesuatu tidak bisa berjalan dengan lancar jika saya tidak ada. Padahal ini sangat keliru. Kita hanyalah debu tanah. Bahkan selama kita hiduip, bukan kitalah yang memelihara mereka. Allah yang memelihara mereka melalui diri kita. Kita jangan melupakan status kita yang hina. Apakah sdr merasa diri penting di gereja? Di rumah? Di pekerjaan? Di lingkungan? Jauhkan sikap sombong itu, karena itu tidak sesuai dengan keadaan sdr ketika diciptakan oleh Allah, bahwa kita hanyalah dari debu tanah.

 

Yohannis Trisfant, MTh

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar