ASAL MULA
MANUSIA
A.
TEORI EVOLUSI MENGENAI
ASAL MULA MANUSIA.
Teori Evolusi adalah teori yang
paling disukai oleh mereka yang tidak percaya untuk menjelaskan tentang asal
mula manusia. Teori evolusi sendiri bervariasi bentuknya. Ada yang disebut
teori evolusi ateistik atau humanistik dan ada juga teori teistik. [1]
Teori evolusi ateistik dimulai
oleh Charles Darwin dan kemudian ditajamkan oleh ilmuwan yang lain. Teori ini
berusaha menjelaskan asal mula manusia yang tanpa campur tangan Allah. Asal
mula manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan terpisah dari proses supranatural.
Manusia merupakan keturunan langsung dari satu spesies manusia kera yang
sekarang ini ada. Manusia dan spesies manusia kera itu memiliki nenek moyang
yang sama. Walaupun monyet-monyet sendiri tidak mengakui bahwa mereka adalah
nenek moyangnya manusia namun teori Darwin tetap beranggapan bahwa manusia
adalah keturunan dari binatang yang lebih rendah, baik tubuh maupun jiwanya,
melalui sebuah proses yang alamiah yang sempurna dan diatur secara langsung
oleh kekuatan yang terus menerus ada. Ada sebuah kesinambungan antara dunia hewan
dan dunia manusia. Tidak ada sesuatu yang mutlak baru dalam proses ini. Apa
yang ditemukan sekarang ini pada manusia, juga ada pada hewan bersel satu
apapun yang darinya segala sesuatu berkembang [2]
Ada beberapa argumentasi yang dipakai untuk mendukung pandangan teori evolusi
ateistik ini.[3]
1. Anatomi perbandingan. Anatomi
manusia dan anatomi hewan bertulang belakang memiliki kesamaan-kesamaan. Hal
ini mendukung pandangan bahwa manusia berasal dari hewan. Pandangan ini sulit
kita terima karena, kesamaan anatomi tidak cukup kuat untuk membuktikan bahwa
manusia berasal dari hewan. Justru ini menunjukkan adanya satu Pencipta yang
menciptakan manusia dan hewan. Sang Pencipta sama seperti seorang musisi besar yang
membuat berbagai macam komposisi dari satu tema yang sama dan diulang-ulang dan
setiap pengulangan selalu dengan variasi yang berbeda. Satu anatomi dibuat
menjadi berbagai macam variasi, baik itu manusia maupun hewan.
2. Organ-organ yang tertinggal. Di dalam
tubuh manusia terdapat organ-organ seperti amandel, usus buntu, kelenjar timus
yang tidak berguna. Sebelum evolusi menjadi manusia, organ-organ ini
dibutuhkan, namun setelah berevolusi maka organ-organ itu tidak lagi berfungsi.
Namun saat ini ketika pengetahuan berkembang, telah ditemukan kegunaan dari
organ-organ tubuh manusia tersebut. Dan kalaupun saat ini ada yang belum bisa
kita pahami, maka ini disebabkan karena pengetahuan manusia belum berkembang
sampai ke tahap tersebut. Culp mengatakan:”hanya karena kita belum memahami
sepenuhnya kegunaan berbagai organ tubuh ini, tidaklah berarti bahwa kita
berhak mempertanyakan kebijaksanaan Sang Pencipta yang menempatkannya di dalam
tubuh kita.[4]
3. Embirologi. Janin manusia berkembang
sesuai dengan binatang, yakni dari organisme bersel satu menuju ke spesies
dewasa. Hal ini sama dengan perkembangan cacing, ikan. Namun penelitian
menunjukkan bahwa banyak ketidaksamaan perkembangan manusia dengan cacing,
ikan. Justru, perkembangan–perkembangan yang sering terjadi adalah kebalikan
dari yang diduga sebelumnya. Cacing tanah memiliki sirkulasi darah namun tidak
memiliki jantung. Sedangkan dalam janin manusia, jantung terlebih dahulu ada
kemudian barulah peredaran darah.
4. Test
darah. Ada kesamaan antara darah manusia dan hewan, sehingga terdapat
hubungan genetis antara manusia dan hewan. Akan tetapi hal ini tidak bisa
dijadikan sebagai argumentasi bahwa terdapat hubungan genetis antara manusia
dengan hewan. Alasannya adalah test yang dilakukan hanyalah pada bagian steril
dari darah, yakni serum, dimana serum ini tidak berisi materi hidup. Sedangkan
yang berisi faktor keturunan adalah bagian padat dari darah yang berisi darah
merah dan darah putih. Dan dalam test yang lebih modern, dengan memakai
spektroskop, dimana seluruh bagian darah diuji, akhirnya ditemukan adanya
perbedaan esensial antara darah manusia dengan darah hewan.
5. Paleontologi. Penelitian terhadap
fosil-fosil sejak zaman Prakambrium dan seterusnya, dipakai untuk menunjukkan
bahwa nenek moyang manusia adalah kera. Ilmuwan masa kini mengklaim telah menemukan
sebagian dari tulang-tulang manusia yang sangat kuno. Mereka telah merekonstruksi
ulang manusia-manusia ini dan menghasilkan manusia jawa (Pithecanthropus Erectus), manusia Heidelberg (Homo
Heidelbergensi), manusia Neandertal (Homo Neanderthalensis), manusia
Cro-Magnon, manusia Piltdown dan sebagainya. Namun masalahnya adalah, hanya
sedikit tulang yang ditemukan dari jenis manusia kuno itu, dan bahkan tulang
yang sedikit itupun masih tersebar di berbagai tempat sehingga belum pasti
bahwa tulang-tulang itu berasal dari tubuh yang sama. Semua ini hanya
menunjukkan kecekatan dari ilmuwan yang menyusunnya. Banyak ahli yang
mengatakan bahwa tulang-tulang itu bisa jadi tulang manusia tetapi bisa jadi juga
tulang hewan. Dr. Wood, professor anatomi dari Universitas London mengatakan:’
saya tidak pernah menemukan pekerjaan yang lebih tidak berguna daripada ilmu
Antropologi, sebab pekerjaan mereka hanyalah menyusun, mewarnai atau menggambar
lukisan-lukisan dari khayalan yang menakutkan dan memberikan hasil yang keliru
dari kenyataan.[5] Penganut evolusi ateistik
juga tidak bisa menjelaskan dengan tuntas asal mula pikiran manusia, bahasa,
hati nurani, dan agama. Bagaimana bahasa, hati nurani dan intelegensi hewan
bisa berkembang sampai sama seperti manusia ? Jadi teori darwin bukan lagi
menjadi sebuah ilmu tetapi sudah menajdi teori filosofis. Evolusi sudah
merupakan tindakan iman, yakni beriman bahwa manusia berasal dari hewan. Banyak
ahli berpendapat bahwa teori Darwin sama sekali tidak mempunyai fakta apapun
yang dapat menunjang kebenaran teori itu. Semuanya hanya hasil khayalan. Jadi
ilmu pengetahuan tidak tahu dan tidak punya bukti yang cukup, bagaimana dan
dimana serta kapan manusia itu mulai muncul. Jika ada pengetahuan yang benar
tentang manusia, maka hal itu datang bukan dari antropologi modern, melainkan
dari antroplogi teologis.
Mengapa golongan ateistik
memperjuangkan teori bahwa manusia berasal dari hewan dan bukan diciptakan oleh
Allah? Alasannya adalah kalau tidak ada Allah yang menciptakan dunia ini, maka
manusia tidak perlu bertanggungjawab kepada Allah dan apabila teori evolusi
ateistik ini benar, maka tidak ada kemutlakan moral yang harus ditaati manusia.
Lalu bagaimana dengan teori evolusi
teistik? Teori ini memiliki pandangan bahwa tumbuh-tumbuhan, hewan, dan manusia
secara bertahap berevolusi dari bentuk yang lebih rendah dan proses itu di
pimpin oleh Allah. Mereka beranggapan bahwa teori evolusi hanyalah sebagai
suatu metode dimana Allah bekerja dalam menciptakan manusia. Teori evolusi
teistik menerima penemuan-penemuan ilmiah dan berusaha untuk mengharmonisasikan
hipotesa evolusi dengan Alkitab. Mereka berpandangan bahwa Allah membuat tubuh
manusia dari tubuh hewan, yang bagaimanapun juga adalah debu (Kej 2:7). Jadi
benar apa yang dituliskan Alkitab bahwa manusia berasal dari debu, karena
manusia berasal dari hewan dan hewan berasal dari debu, sehingga bisa dikatakan
bahwa manusia juga berasal dari debu. Lalu bagaimana dengan jiwa dan pikiran
manusia? Mereka berpandangan bahwa hanya tubuh manusia saja yang berasal dari
proses evolusi hewan, sedangkan jiwa yang rasional diberikan oleh Allah. Teori
evolusi teistik ini sudah bukan lagi teori evolusi yang murni. Teori ini ditolak baik oleh golongan evolusi
ateistik atau humanistik maupun oleh orang-orang yang Alkitabiah. Penganut
evolusi ateistik atau humanistik memberikan kritik bahwa evolusi teistik tidak
memandang serius hal-hal yang ilmiah, oleh karena apa yang tidak bisa dijawab
oleh ilmiah, dilemparkan kepada Allah.
[1] Paul Enns, The Moody Handbook
of Theology, buku pegangan teologi (
[2] Louis Berkhof, Teologi Sistematika, Doktrin Manusia (Jakarta: LRII, 1995)9
[3] Henry C.Thiessen, Teologi Sistematika (Malang: Gandum Mas, 2000)232
[4] Culp, G. Richard. Remember Thy Creator.
[5] dikutip oleh Berkhof, teologi
sistematika, 15
Tidak ada komentar:
Posting Komentar