Sabtu, 06 Juni 2020

STRUKTUR PERMANEN MANUSIA

BAB II

STRUKTUR PERMANEN MANUSIA

 

Yohannis Trisfant, MTh

 

Manusia memiliki struktur permanen baik itu secara fisik maupun non fisik, yang dikenal dengan sebutan tubuh dan jiwa. Pada bagian ini dibahas mengenai padangan mengenai tubuh, susunan kejiwaan dan asal-usul jiwa. 

         

A. BAGIAN MATERI DARI MANUSIA

 

Tubuh manusia terbentuk dari debu dan tanah (Kej 2:7). Nama Adam berarti ia berasal dari tanah. Bahasa Ibrani tanah adalah adamah. Jadi nama Adam dan tanah itu mirip, yakni Adam dan adamah. Ini untuk mengingatkan manusia bahwa dirinya berasal dari tanah. Komponen tubuh manusia ketika diteliti memang berasal dari tanah, yakni terdiri dari kalsium, besi, potasium dan lain-lain. Pada waktu kematian kelak, tubuh akan kembali bersatu dengan debu darimana ia berasal (Kej 3:19; Mzm.104:29; Pkh 12:7). Ada beberapa pandangan mengenai tubuh ini.

1. Tubuh adalah penjara jiwa. Ini adalah pandangan dari para filsuf Yunani. Jiwa itu baik karena bersifta non materi, sedangkan tubuh itu jahat karena bersifat materi. Akibatnya adalah tubuh tidak dihargai. Pandangan seperti itu salah, karena Alkitab tidak pernah mengatakan bahwa tubuh ini jahat.

 

2. Tubuh adalah satu-satunya bagian dari manusia. Menurut H.Wheeler Robinson, manusia adalah sebuah kesatuan dari tubuh dengan berbagai komponennya yang kompleks, seperti jiwa, pikiran yang semuanya itu tidak bisa dipisahkan dari tubuh. Ini adalah pandangan monisme.[1] Manusia tidaklah terbagi atas dua bagian, tubuh dan jiwa. Menurut pandangan monisme ini, manusia hanyalah memiliki tubuh yang hidup. Istilah tubuh dan jiwa dalam Alkitab tidak bisa ditafsirkan bahwa manusia terdiri atas dua bagian. Istilah itu hanyalah gambaran yang mendalam mengenai kepribadian manusia. Dalam konsep Perjanjian Lama, manusia adalah kesatuan jiwa dan tubuh. Ide Ibrani mengenai kepribadian adalah, tubuh yang dihidupkan, bukan jiwa yang dihembuskan ke dalam tubuh. Pemikiran bahwa manusia bisa tetap ada tanpa tubuh adalah sesuatu yang mustahil. Tidak mungkin ada kehidupan setelah kematian. Pandangan tentang kekekalan jiwa tidak bisa dipertahankan. Kehidupan yang akan datang tidak mungkin ada jika tidak ada kebangkitan tubuh. Lalu bagaimana dengan masa antara kematian dan kebangkitan? Hal itu tidak bisa dijelaskan.  

Pandangan seperti ini berbahaya karena bisa menjadi sebuah dorongan untuk memuaskan anggota-anggota tubuhnya, karena tidak akan ada lagi kehidupan setelah kematian tubuh. Ini menjadi sama dengan pandangan hedonisme yang mengajarkan bahwa seseorang harus berusaha menyukakan tubuhnya dengan melakukan apa yang ia nikmati untuk dilakukan.

Pandangan monisme ini tidaklah sesuai dengan pengajaran Alkitab. Dalam Alkitab banyak disebutkan mengenai kondisi antara kematian dan kebangkitan orang mati atau yang kita bisa sebut dengan intermediate state, sebuah keadaan dimana seseorang masih memiliki keberadaannya. Tuhan Yesus mengatakan kepada penjahat yang disalibkan disampingnya,”Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus." (Luk 23:43). Contoh yang lain adalah orang kaya dan Lazarus. Dalam bagian tu diceritakan bahwa Lazarus, dan orang kaya itu mati. Lazarus dibawa oleh malaikat-malaikat ke pangkuan Abraham, sedangkan orang kaya  menderita sengsara di alam maut (Luk 16:19-31). Kisah dalam peristiwa itu menggambarkan kepada kita bahwa setelah kematian, masih ada kesadaran dari orang yang sudah mati. Mereka berdua, baik itu Lazarus maupun orang kaya, tetap berada dalam kondisi sadar. Mereka tidak hilang begitu saja setelah kematian tubuh mereka. Mereka memiliki jiwa atau roh yang masih berdialog dan merasakan sesuatu dalam dunia orang mati.Paulus juga mengatakan,”terlebih suka kami beralih dari tubuh ini untuk menetap pada Tuhan. Ini berarti bahwa setelah kematian tubuh, masih ada kehidupan, dimana kita beralih kepada Tuhan. (2 Kor 5:8). Dan bukti yang lain dalam Alkitab mengenai perbedaan antara tubuh dan jiwa adalah kalimat Tuhan Yesus yang mengatakan,” dan janganlah kamu takut kepada mereka yang dapat membunuh tubuh, tetapi yang tidak berkuasa membunuh jiwa; takutlah terutama kepada Dia yang berkuasa membinasakan baik jiwa maupun tubuh di dalam neraka. (Mat 10:28). Manusia bisa membunuh tubuh tetapi tidak bisa membunuh jiwa. Bila tubuh mati maka bukan berarti jiwa juga turut mati.

 

 3. Tubuh adalah partner jiwa.[2] Dalam diri manusia terdapat dua elemen yakni tubuh dan jiwa atau roh, namun keduanya menekankan kesatuan organis dalam diri manusia. Tubuh dan jiwa berbeda namun keduanya terkait secara organis. Jiwa yang bertindak di dalam tubuh dan tubuh bertindak atas jiwa. Jiwa atau roh kita seringkali menggerakkan tubuh kita. Tubuh kita misalnya, malas untuk berdoa karena lelah, mengantuk, namun roh kita mendorong, sehingga akhirnya kita bangkit untuk berdoa. Jiwa menggerakkan tubuh. Namun ada kalanya juga tubuh bertindak atas jiwa. Mata kita melihat barang bagus, lalu kemudian kita tergerak untuk membelinya. Tubuh mempengaruhi jiwa. Terdapat kesatuan organis antara jiwa dan tubuh. Ketika seseorang mati, kita tidaklah mengatakan bahwa hanya organ-organ tubuhnya mati, tetapi kita mengatakan si A mati. Ini menunjukkan adanya kesatuan antara jiwa dan tubuh, sebuah kesatuan personal. Namun tetap ada dua elemen disini, yakni tubuh dan jiwa. Ketika tubuhnya mati, maka jiwanya tidaklah mati. Kesatuan organis antara tubuh dan jiwa ini berlangsung selama kita hidup. Ketika kita mati, jiwa tetap dapat bekerja tanpa adanya tubuh. Jadi tubuh adalah partner jiwa. Sebagai partner jiwa, tubuh merupakan alat untuk mempermuliakan Allah (1 Kor 6:19; Fil 1:20). Tubuh bukan dipakai untuk memuaskan diri sendiri, tetapi harus dipersembahkan kepada Allah sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepadaNya (Rm 12:1).

         



[1] Millard J.Erickson, 526

[2] Paul Enns, 376


Tidak ada komentar:

Posting Komentar