STRUKTUR
PERMANEN MANUSIA
Manusia memiliki struktur
permanen baik itu secara fisik maupun non fisik, yang dikenal dengan sebutan tubuh
dan jiwa. Pada bagian ini dibahas mengenai padangan mengenai tubuh, susunan
kejiwaan dan asal-usul jiwa.
A. BAGIAN
MATERI DARI MANUSIA
Tubuh manusia terbentuk dari debu
dan tanah (Kej 2:7). Nama Adam
berarti ia berasal dari tanah. Bahasa Ibrani tanah adalah adamah. Jadi nama Adam dan tanah itu mirip, yakni Adam dan adamah.
Ini untuk mengingatkan manusia bahwa dirinya berasal dari tanah. Komponen tubuh
manusia ketika diteliti memang berasal dari tanah, yakni terdiri dari kalsium,
besi, potasium dan lain-lain. Pada waktu kematian kelak, tubuh akan kembali
bersatu dengan debu darimana ia berasal (Kej 3:19; Mzm.104:29; Pkh 12:7). Ada
beberapa pandangan mengenai tubuh ini.
1. Tubuh
adalah penjara jiwa. Ini adalah pandangan dari para filsuf Yunani. Jiwa itu
baik karena bersifta non materi, sedangkan tubuh itu jahat karena bersifat
materi. Akibatnya adalah tubuh tidak dihargai. Pandangan seperti itu salah,
karena Alkitab tidak pernah mengatakan bahwa tubuh ini jahat.
2. Tubuh adalah satu-satunya bagian dari manusia. Menurut H.Wheeler
Robinson, manusia adalah sebuah kesatuan dari tubuh dengan berbagai komponennya
yang kompleks, seperti jiwa, pikiran yang semuanya itu tidak bisa dipisahkan
dari tubuh. Ini adalah pandangan monisme.[1]
Manusia tidaklah terbagi atas dua bagian, tubuh dan jiwa. Menurut pandangan
monisme ini, manusia hanyalah memiliki tubuh yang hidup. Istilah tubuh dan jiwa
dalam Alkitab tidak bisa ditafsirkan bahwa manusia terdiri atas dua bagian.
Istilah itu hanyalah gambaran yang mendalam mengenai kepribadian manusia. Dalam
konsep Perjanjian Lama, manusia adalah kesatuan jiwa dan tubuh. Ide Ibrani
mengenai kepribadian adalah, tubuh yang dihidupkan, bukan jiwa yang dihembuskan
ke dalam tubuh. Pemikiran bahwa manusia bisa tetap ada tanpa tubuh adalah
sesuatu yang mustahil. Tidak mungkin ada kehidupan setelah kematian. Pandangan
tentang kekekalan jiwa tidak bisa dipertahankan. Kehidupan yang akan datang
tidak mungkin ada jika tidak ada kebangkitan tubuh. Lalu bagaimana dengan masa
antara kematian dan kebangkitan? Hal itu tidak bisa dijelaskan.
Pandangan seperti ini berbahaya karena bisa menjadi sebuah dorongan untuk
memuaskan anggota-anggota tubuhnya, karena tidak akan ada lagi kehidupan
setelah kematian tubuh. Ini menjadi sama dengan pandangan hedonisme yang
mengajarkan bahwa seseorang harus berusaha menyukakan tubuhnya dengan melakukan
apa yang ia nikmati untuk dilakukan.
Pandangan monisme ini tidaklah sesuai dengan pengajaran Alkitab. Dalam
Alkitab banyak disebutkan mengenai kondisi antara kematian dan kebangkitan
orang mati atau yang kita bisa sebut dengan
intermediate state, sebuah keadaan dimana seseorang masih memiliki
keberadaannya. Tuhan Yesus mengatakan kepada penjahat yang disalibkan
disampingnya,”Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari
ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus." (Luk
23:43). Contoh yang lain adalah orang kaya dan Lazarus. Dalam bagian tu
diceritakan bahwa Lazarus, dan orang kaya itu mati. Lazarus dibawa oleh malaikat-malaikat
ke pangkuan Abraham, sedangkan orang kaya
menderita sengsara di alam maut (Luk 16:19-31). Kisah dalam peristiwa
itu menggambarkan kepada kita bahwa setelah kematian, masih ada kesadaran dari
orang yang sudah mati. Mereka berdua, baik itu Lazarus maupun orang kaya, tetap
berada dalam kondisi sadar. Mereka tidak hilang begitu saja setelah kematian
tubuh mereka. Mereka memiliki jiwa atau roh yang masih berdialog dan merasakan
sesuatu dalam dunia orang mati.Paulus juga mengatakan,”terlebih suka kami
beralih dari tubuh ini untuk menetap pada Tuhan. Ini berarti bahwa setelah
kematian tubuh, masih ada kehidupan, dimana kita beralih kepada Tuhan. (2 Kor
5:8). Dan bukti yang lain dalam Alkitab mengenai perbedaan antara tubuh dan
jiwa adalah kalimat Tuhan Yesus yang mengatakan,” dan janganlah kamu takut
kepada mereka yang dapat membunuh tubuh, tetapi yang tidak berkuasa membunuh
jiwa; takutlah terutama kepada Dia yang berkuasa membinasakan baik jiwa maupun
tubuh di dalam neraka. (Mat 10:28). Manusia bisa membunuh tubuh tetapi tidak
bisa membunuh jiwa. Bila tubuh mati maka bukan berarti jiwa juga turut mati.
3. Tubuh adalah
partner jiwa.[2] Dalam
diri manusia terdapat dua elemen yakni tubuh dan jiwa atau roh, namun keduanya
menekankan kesatuan organis dalam diri manusia. Tubuh dan jiwa berbeda namun
keduanya terkait secara organis. Jiwa yang bertindak di dalam tubuh dan tubuh
bertindak atas jiwa. Jiwa atau roh kita seringkali menggerakkan tubuh kita.
Tubuh kita misalnya, malas untuk berdoa karena lelah, mengantuk, namun roh kita
mendorong, sehingga akhirnya kita bangkit untuk berdoa. Jiwa menggerakkan
tubuh. Namun ada kalanya juga tubuh bertindak atas jiwa. Mata kita melihat
barang bagus, lalu kemudian kita tergerak untuk membelinya. Tubuh mempengaruhi
jiwa. Terdapat kesatuan organis antara jiwa dan tubuh. Ketika seseorang mati,
kita tidaklah mengatakan bahwa hanya organ-organ tubuhnya mati, tetapi kita
mengatakan si A mati. Ini menunjukkan adanya kesatuan antara jiwa dan tubuh,
sebuah kesatuan personal. Namun tetap ada dua elemen disini, yakni tubuh dan
jiwa. Ketika tubuhnya mati, maka jiwanya tidaklah mati. Kesatuan organis antara
tubuh dan jiwa ini berlangsung selama kita hidup. Ketika kita mati, jiwa tetap
dapat bekerja tanpa adanya tubuh. Jadi tubuh adalah partner jiwa. Sebagai
partner jiwa, tubuh merupakan alat untuk mempermuliakan Allah (1 Kor 6:19; Fil
1:20). Tubuh bukan dipakai untuk memuaskan diri sendiri, tetapi harus
dipersembahkan kepada Allah sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang
berkenan kepadaNya (Rm 12:1).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar